Resonansi, Revolusi dan Resolusi Mental di Era Digitalisasi
Oleh Rania Azzahra Utami
Dalam hidup ini, lingkungan sekitar seringkali menuntut kita untuk beradaotasi. Kita berhadapan dengan berbagai rintangan dari yang mudah hingga rumit yang membuat kita kadang merasa tertekan dan tak berdaya.
Di era digitalisasi ini, beberapa kecakapan menjadi bekal manusia untuk bisa mendapatkan banyak informasi melalui berbagai media. Kecanggihan IPTEK juga mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan banyak orang di luar domisili kita. Namun tentunya, hal tersebutjuga bisa memberikan dampak negatif cukup serius, dan membuat kita gagap dalam memahaminya.
Dampak yang sering kita jumpai, antara lain; terganggunya psikis seperti; sering merasa insecure, merasa tidak memiliki potensi, sering mengalami stress, dsb. Kondisi seperti ini tentu harus segera ditanggulangi, agar tidak menggangu aktivitas keseharian kita. Lantas bagaimana cara untuk memerangi hal tersebut? Yuk simak pembahasannya berikut ini.
Memerangi Stress dan Tekanan
Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi kesejahteraan yang telah disadari oleh individu. Seseorang dikatakan atau dikategorikan sehat jika ia mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk menjawab semua tantangan kehidupan yang baik; juga berorientasi pada terjalinnya hubungan baik dengan orang lain.
Sehat secara mental adalah kondisi di mana kita mampu merasakan ketentraman hidup sehingga kita bisa menikmati kehidupan kita sehari-hari. Untuk mengetahui diri kita sehat mental atau tidak, maka terdapat 4 indikator yang perlu ditanyakan dalam diri kita. Antara lain: Apakah kita bisa mengenali dan memiliki potensi diri? Apakah kita bisa menghadapi tekanan stress keseharian kita? Apakah kita bisa bekerja secara produktif dan apakah kita bisa menghasilkan kontribusi yang baik ke masyarakat?
Indikator ini menjadi kunci keberhasilan dalam menyongsong perubahan nyata bagi diri kita. Lalu, apa saja tips yang bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari?
Pertama, mampu memahami diri (Self Awareness)
Pengenalan diri merupakan suatu keberhasilan memahami hal-hal yang penting tentang diri sendiri, yang membantu dalam usaha membangun sikap baik atau positif, dan mau menerima dan mengembangkan diri sendiri (Tirtawinata, 2013).
Mengenal diri merupakan salah satu bagian dari kesehatan mental (Restuti,2015), mengapa demikian? Karena sejatinya mengenal diri adalah kemampuan untuk memahami berbagai aspek yang ada dari dalam diri mulai dari fisik, psikis, sosial dan moral.
Melatih keterbukaan diri (self disclosure), adalah salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal diri kita. Salah satu konsep yang dikenal mengenai keterbukaan diri ini dikemukakan oleh Johari Window. Konsep ini membahas tahap self disclosure (pengungkapan diri) dan umpan balik dalam Restuti (2015).
Mengapa dalam proses pengenalan diri dibutuhkan pendapat dari orang lain? Menurut Berger dan Luckmann, dalam kehidupan ini manusia hidup secara berdampingan, saling mengkritik, bersinggungan, saling mengamati dan mengevaluasi. Berikut ini adalah konsep dari Johari Window:
a) Daerah publik, pada jendela ini kita mengetahui dengan baik mengenai diri kita begitupun orang lain, contohnya adalah perasaan, pendapat kita mengenai sesuatu yang harus diutarakan di saat situasi yang menuntut kita untuk terus aktif, serta hal-hal lain seperti identitas diri, bentuk fisik, usia, dsb.
b) Daerah buta, pada jendela yang kedua ini, orang lain tahu sedangkan kita tidak tahu mengenai diri kita. Contohnya sifat, kebiasaan tertentu, hingga kemampuan diri (positif dan negatif).
c) Daerah tersembunyi, pada jendela ketiga ini, diri kita tahu sedangkan orang lain tidak tahu, contohnya adalah tujuan hidup, kegelisahan atau ketidakpastian dalam kondisi tertentu, permasalahan hidup, keinginan, dsb.
d) Daerah yang tidak disadari, pada jendela ini diri kita sendiri dan orang lain tidak mengetahuinya. Ini terjadi karena ketidaksadaran diri yang terus didesak menuju alam bawah sadar sehingga terlupakan namun mempengaruhi tindakan orang dalam berhubungan dengan orang lain (Tirtawinata, 2013).…
Keterbukaan diri ini bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan cara meminta bantuan dari orang-orang dis ekitarmu (teman, sahabat, keluarga, dsb) untuk bisa mengungkapkan bagaimana pandangan mereka terhadapmu. Karena hal itu mampu membantu kamu mengenal kepribadianmu; dan bisa jadi mereka memberikan saran atau masukan yang berguna untuk keberlangsungan pengembangan karir kamu kedepan.
Tidak hanya sebatas itu kamu juga harus membuka diri pada lingkungan sosialmu agar mereka tahu dengan baik hal apa saja yang harus mereka lakukan jika sewaktu-waktu memintamu untuk berkerjasama dengannya.
Kedua, memiliki tekad atau kemauan untuk terus belajar
Tekad yang kuat untuk terus-menerus belajar adalah value terbaik dalam menjalani kehidupan ini. Karena hidup ibarat roda yang berputar, dan salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah terus mencoba untuk menghadapi permasalahan tersebut.
Kemampuan untuk belajar juga mendorong manusia untuk memiliki pemikiran yang berkembang (growth mindset). Orang yang memiliki kepribadian ini cenderung menganggap bahwa kecerdasan, bakat, keahlian adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan tidak menetap.
Selain itu apabila mereka gagal, mereka akan menganggap bahwa hal tersebut adalah rintangan yang harus dijawab. Dengan begitu mereka akan terus belajar dalam rangka mencapai tujuannya.
Ketiga, melatih diri untuk mindful
Menurut Baer, et.al (Dalam Savitri, 2017), mindfulness merupakan peningkatan kesadaran dengan berfokus penuh pada pengalaman yang terjadi saat ini (present-moment awareness) serta penerimaan tanpa memberikan penilaian (non-judgemental acceptance).
Manfaat yang bisa dirasakan jika kita menghidupkan momen hari ini (mindfulness) adalah menumbuhkan kesehatan fisik dan mental, meningkatkan kesejahteraan psikologis dan juga kualitas hidup (Fourianalistyawati, 2017). Selain itu dengan mindful yang baik kita mampu mengurangi efek yang berlebih terhadap kecemasan, stress, depresi, maupun emosi negatif lainnya.
Keberhasilan mindfulness ini didorong oleh seberapa besar atau kuatnya kita mampu menghidupkan momen pada hari ini (sekarang) karena angan-angan dan penyesalan saja takkan pernah bisa mengubah jalan hidupmu.
Sadar dan fokuslah karena setiap hari adalah kekuatan kita yang sebenarnya. Dan ingatlah, bahwa kita sebagai manusia tidak akan pernah bisa mengubah sesuatu tanpa proses di dalamnya, dan yang bisa kita ubah selain itu adalah bagaimana kita bersikap atau merespon segala hal yang ada di depan kita.
Resonansi, revolusi dan resolusi mental mewakili setiap pemikiran yang riuh. Ibarat bom yang selalu siap meledak tiba-tiba, revolusi ibarat arah pikiran yang telah terkonsep dan resolusi ialah pembulatan tekad yang telah terkonsep disertai stategi pemecahannya.
Sejatinya, kita tak benar-benar kalah dalam kehidupan ini karena sebaik-baiknya kekalahan adalah bangkit dan mampu berproses di kemudian hari. Pahamilah bahwa kesadaran, tekad untuk belajar, dan berjuang adalah kunci dalam mengawali kesuksesan mu.
Sumber berita : https://rahma.id/resonansi-revolusi-dan-resolusi-mental-di-era-digitalisasi/